Untukmemberikan informasi arti kata dalam bahasa Jawa dengan cepat dan tepat, kami akan membantumu untuk mencari arti kata rajut dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia. Arti kata rajut dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia adalah anyaman tali bentuknya seperti jala; jaring-jaring. Keunikan bahasa Jawa ini juga terletak dari cara penuturannya manut Jawa jw suka menurut; patuh; Jw asumber kbbi3
Demikianartikel tentang » Kata Bahasa Jawa » Kata Mutiara » Kata-kata dengan judul Kata-kata Mutiara Pepatah Bahasa Jawa. Di posting oleh ZoDiAkEr pada hari Selasa, 13 Mei 2014. Posting Kata-kata Mutiara Pepatah Bahasa Jawa ini memiliki 5.0 rating bintang dan 35 penilaian dari pembaca dalam waktu 02.04.
1Gugus Adab Andy Wiyarto Zulkarnaen Primastito Moordiningsih Center for Islamic and Indigenous Psychology CIIP Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta facebookgugusasa Abstraksi. Salah satu fenomena sosial pada masyarakat Jawa adalah budaya manut dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan sekelompok orang. Manut dalam Bahasa Jawa tentu berbeda dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang identik dengan istilah ikut-ikutan. Budaya manut ini sering ditemukan dalam berbagai kesempatan seperti rapat, perkumpulan masyarakat, forum, dan berbagai ajang pengambilan suara. Perilaku manut pada masyarakat Jawa menjadi menarik untuk diteliti karena latar belakang budaya Jawa begitu kental mempengaruhi masyarakat yang hidup dengan kejawenannya. Banyak alasan orang terpengaruh dengan sikap manut sehingga dengan demikian memungkinkan menjadikan budaya manut tersebut dapat bermakna positif maupun negatif. Budaya manut ini menjadi menarik untuk diteliti ketika berhubungan dengan proses pengambilan keputusan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap manut pada masyarakat Jawa yang diwakili oleh subyek masyarakat Solo dengan informan para mahasiswa. Metode pendekatan menggunakan metode kualitatif dan alat yang digunakan untuk pengambilan data ialah kuisioner terbuka. Data yang dihasilkan menunjukan responden merasa dirinya ditengah-tengah antara sosok manut dan tidak manut. Kecenderungan responden menjawab fenomena manut dalam pengambilan keputusan adalah dengan manut atasan atau keputusan terbanyak dan teman. Sedangkan sosok yang paling menjadi panutan adalah orang tua, dan dampak dari manut adalah hasil yang diinginkan tidak sesuai harapan. Kata kunci manut, masyarakat Jawa, pengambilan keputusan Budaya sebagai warisan sosial merupakan suatu komunikasi antar generasi dalam membangun suatu bangsa. Bangsa akan terbentuk sesuai dengan budaya di masing- masing masyarakat setempat. Definisi budaya yang diungkapkan Barnouw dalam buku Matsumoto 2004 menyebutkan budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain. Indonesia sebagai negara berjuta budaya merupakan penghasil budaya yang besar bagi dunia. Salah satu pusat budaya di Indonesia yang cukup kuat pengaruhnya adalah budaya Jawa. Suku Jawa menempati satu pulau tersendiri yang berada di pulau Jawa yang penduduknya mayoritas dan terbesar di Indonesia. Budaya Jawa terlihat kentara dengan keragamannya yang unik seperti rumah adat joglo, kesenian berupa wayang, senjata keris, bahasa kromo inggil bahasa halus, dan keragaman lainnya. Keragaman budaya Jawa juga bisa ditemukan dari keluhuran nilai-nilai moral masyarakatnya misalnya unggah-ungguh sopan santun, ngajeni, minutur, narimo ing pandum yang keseluruhan nilai memang diajarkan oleh orang tua supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal sehingga antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain dapat saling menghargai dan menghormati. 2Surakarta, 21 April 2012 menolak. Pengertian tersebut merupakan sebuah terminologi dalam kajian psikologi sosial yang lebih mendekati pada term conformity and obeidience’. Sebagai contoh, masyarakat Solo ketika mengikuti prosesi kirab yang menjadi tradisi Kraton, para warga berada dipinggir jalan untuk menyaksikan prosesi kirab dan beberapa waktu kemudian ternyata disana ada juga Walikota Solo Joko Widodo sedang mengamati prosesi kirab. Pada awalnya warga tetap melihat kirab dan tidak ada yang menjabat tangan Walikota, namun beberapa waktu kemudian setelah ada satu warga yang menjabat tangan beliau serentak tiba-tiba banyak warga yang ikut-ikutan menjabat tangan. Akhirnya keramaian warga mengganggu pelaksanaan kirab. Walikota kemudian meminta warga tenang dan kembali kepinggir jalan. Warga pun kembali kondusif. Inilah salah satu contoh fenomena manut. Manut yang berarti taat atau patuh, konformitas berarti kecocokan untuk ikut pendapat atau sikap diluar diri individu dan obedience yang berarti patuh terhadap perintah orang lain. Proses penelitian ini menggunakan pendekatan kajian pengaruh sosial yang banyak dibahas dalam psikologi sosial. Beberapa tokoh mencoba menjelaskan pengertian dari konformitas dan Obedience. Chaplin 2002 berpendapat konformitas merupakan ciri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya. Tokoh lain yaitu Matsumoto 2004 berpendapat secara sederhana konformitas diartikan sebagai sikap mengalah seseorang pada tekanan sosial, baik yang nyata maupun yang dibayangkan. Obedience sendiri diartikan Milgran dalam Sarwono & Meinarno, 2009 sebagai sikap individu yang cenderung patuh pada perintah orang lain meskipun orang itu relatif tidak memiliki power yang kuat. Arti manut lebih mendekati dengan terminologi konformitas dan obedience karena memiliki kesamaan dengan beberapa sisi diantaranya; ikut pendapat orang lain, motifnya karena kondisi luar diri, ada tekanan sosial, patuh pada aturan dan penyesuaian diri terhadap kelompok. Pengambilan keputusan seringkali dijumpai suara-suara yang manut. Anggota yang satu dengan yang lainnya menjadi satu suara karena ada suara lain yang lebih dominan pengaruhnya. Hal ini karena ada tekanan kelompok dan dalam perkumpulan masyarakat Jawa hal itu sering ditemukan baik dalam forum formal maupun informal, keluarga maupun masyarakat, pedesaan maupun perkotaan. Pertanyaan dalam penelitian ini meliputi peristiwa yang bagaimanakah yang menggambarkan manut dalam pengambilan keputusan masyarakat Jawa? Siapa yang menjadikan seseorang manut dalam mengambil keputusan? Apa dampaknya apabila keputusan didasarkan karena manut? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola manut dalam pengambilan keputusan masyarakat Jawa dan dampak yang diakibatkannya. Metode penelitian Subjek penelitian dalam penelitian adalah 135 mahasiswa di Karesidenan Surakarta yang dilakukan secara acak. 3manut dalam kehidupan responden, dan pengaruhnya budaya tersebut dalam pengambilan keputusan. Hasil data lapangan yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan melakukan abstraksi yang didapatkan dari berbagai fenomena. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengorganisasian data, koding dan penentuan kategorisasi. Hasil dan pembahasan Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa tingkatan perilaku manut yang tertera pada gambar di bawah ini. Gambar 1. Level manut di kalangan mahasiswa Jawa Data skala semantic differensial 1-7 didapatkan Mean Rata-rata jawaban responden sebesar 3,83. Median nilai tengah sebesar 4 dan Modus nilai yang sering muncul sebesar 4. Hal ini menunjukan mayoritas responden merasa dirinya manut pada tingkat 4 yaitu tengah- tengah. Responden banyak yang merasa dirinya berada di tengah-tengah, antara sangat manut dan sangat tidak manut. Di sisi lain, kecenderungan yang besar responden menjawab skala semantic differensial di tengah - tengah 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Magnis-Suseno 2003 yang mengungkapkan bahwa wedi, isin dan sungkan merupakan satu kesinambungan perasaan-perasaan yang mempunya fungsi sosial untuk memberi dukungan psikologis terhadap tuntutan-tuntutan prinsip hormat. Kepribadian yang diungkapkan menunjukan sifat masyarakat Jawa yang lebih nyaman untuk mencari titik aman dalam mengungkapkan kepribadiannya sehingga banyak yang menjawab 4 di tengah. Tabel 1. Gambaran perilaku manut dalam pengambilan keputusan Kategori Frekuensi Persentase Manut Atasan/Keputusan Banyak/Teman 23 17,0% Manut Orang Tua 20 14,8% Tidak Ada 18 13,3% Teguh Terhadap Pilihan 14 10,4% Beberapa Kejadian di Lapangan 13 9,6% Acara Besar 5 3,7% Memilih Saran Orang Lain 5 3,7% Keberhasilan Karena Keputusan 5 3,7% Lain-lain 6 5% Kosong 26 19,2% Jumlah 135 100% 0 10 20 30 40 50 60 Tingkat an 1 2 3 4 5 6 4Surakarta, 21 April 2012 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui gambaran perilaku manut dalam pengambilan keputusan. Responden paling dominan menjawab manut atasan atau keputusan banyak atau teman. Masyarakat Jawa dengan sifat narima ing pandum memiliki sifat menerima yang melekat. Sifat yang melekat karena Jawa memiliki sifat rukun menurut Magnis-Suseno 2003 Prinsip kerukunan memang senantiasa menuntut kerelaan- kerelaan tertentu yaitu untuk mencegah konflik orang harus bersedia untuk menerima kompromi, harus sering kali rela untuk tidak memperoleh haknya dengan sepenuhnya. Masyarakat Jawa juga cenderung menghindari konflik seperti dalam suatu keputusan selalu berdasarkan hasil rembugan. Rembugan yang dilakukan masyarakat Jawa sama halnya dalam proses musyawarah pada agama Islam. Pada ayat Al Qur’an disebutkan bahwa “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada merek“ Asy Syuura 38. Kedua, perilaku manut dalam pengambilan keputusan tergambar pada manut kepada orang tua. Hal ini karena masyarakat Jawa memiliki rasa hormat yang tinggi kepada orang tua sehingga restu orang tua sangat berpengaruh dalam pengambilan suatu keputusan. Seseorang manut kepada orang tua dalam beberapa hal seperti mencari tempat pendidikan, jodoh, dan persetujuan mengikuti kegiatan tertentu. Menurut Magnis-Suseno 2003 keluarga merupakan suatu kenyataan yang mempunyai arti istimewa bagi etika Jawa. Bagi individu Jawa keluarga merupakan sarang keamanan dan sumber perlindungan yang berlaku pada orang tua. Manut kepada orang tua dalam pengambilan keputusan merupakan tindakan aman, dan beretika bagi seseorang. Ayat Al Qur’an menerangkan Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan sesuatu sebab yang benar." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya Al An’aam 151. Ketiga, ada pula yang menganggap tidak ada peristiwa manut dalam pengambilan keputusan. Sejumlah 13,3% responden merasa bahwa manut dalam pengambilan keputusan tidaklah menjadi fokus perhatian. Hal ini tak bisa dipungkiri bahwa ada model masyarakat di seluruh Indonesia yang terpengaruh arus budaya globalisasi semenjak masuknya teknologi informasi yang semakin canggih. Sairin 2002 mengatakan bahwa dari pelbagai pengamatan, terdapat kesan yang kuat bahwa masyarakat juga terkesan lebih materialistis dan egoistis. Sebagian gaya hidup materialistis dan egoistis ini yang membuat seseorang tidak menemukan kehadiran budaya manut dalam pengambilan keputusan. Keempat, beberapa responden juga menjawab teguh pada pendirian. Argumen yang merugikan tidak untuk diikuti atau tidak untuk dijadikan referensi pengambilan keputusan. Begitupun teguh pada pendirian menunjukan individu yang tidak mudah terpengaruh dalam pengambilan keputusan karena individu tersebut memiliki pendirian dalam bertindak. Sosok masyarakat Jawa ini terungkap dari I. Darmawanto yang mengatakan bahwa dalam tetralogi Pramoedya tidak semua orang Jawa bersikap demikian sifat Fatalistik. Ada juga orang Jawa yang berpandangan bahwa nasib manusia berada ditangan manusia sendiri. 5“Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" An Nahl 125. “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia Ar Ra’d 11. Kelima, peristiwa manut dalam pengambilan keputusan ditemukan di lapangan maupun di masyarakat. Lekatnya sifat narima ing pandum membuat perilaku manut juga tampak saat di luar ketika melakukan suatu aktifitas maupun di masyarakat. Norma yang tinggi di masyarakat diungkapkan Aronson dalam Baron & Byrne, 2005 bahwa pada satu keadaan, individu akan merasa terpaksa untuk bertindak sesuai dengan norma-norma kelompok karena khawatir akan memperoleh sejumlah konsekuensi negatif dari penyimpangan tersebut. Tiga kategori yang lain dengan persentase 3,7%, responden menjawab dalam acara besar, memilih saran orang lain, dan keberhasilan karena keputusan. Acara besar terungkap karena dalam suatu acara terdapat dinamika kelompok yang terdapat proses pengambilan keputusan di dalamnya. Ketika seseorang bingung dalam mengambil keputusan maka seseorang akan manut pada saran orang lain dan menjadi fenomena yang unik apabila manut memberi dampak yang baik. Tabel 2. Orang yang menjadi penyebab manut dalam pengambilan keputusan Kategori Frekuensi Persentase Keluarga 43 31,8% Argumen Orang 24 17,8% Pemimpin 19 14,1% Diri Sendiri 15 11,1% Teman 13 9,6% Lain-lain 6 4,5% Kosong 15 11,1% Jumlah 135 100% Berdasarkan tabel di atas faktor keluarga menjadi penyebab utama manut dalam pengambilan keputusan. Pada masyarakat Jawa peran orang tua sangat dihormati oleh anak-anaknya dan nilai ajaran yang diberikan sangat dijunjung tinggi untuk menjadi pegangan. Sesuatu apa yang disampaikan oleh anggota keluarga dapat menjadi pertimbangan terbesar dalam menentukan keputusan. Senada dalam ayat Al Qur’an “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” Al Israa’ 23 6Surakarta, 21 April 2012 karena keinginan berbaur menyatu dengan orang lain, rasa rukun yang terjalin, dan mudah perkewuh. Ketiga, pengaruh pemimpin. Pada proses pengambilan keputusan seringkali anggota mengalami perbedaan pendapat dan perselisihan. Pada saat itulah pemimpin yang ambil alih untuk memutuskan suatu kebijakan. Masyarakat Jawa pernah memiliki suatu istilah yang terwarisi pada saat kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu ketika pengambilan kesetiaan oleh Soekarno presiden RI “ pejah gesang nderek Bung Karno.” Istilah itu murni dari kalangan masyarakat Jawa yang memang sudah memasyarakat bahwa mereka selalu menyerahkan urusannya kepada tokoh masyarakat, pemuka agama, atau pemimpin paguyuban didalam pengambilan keputusan. Ketaaatan pada pemimpin dijelaskan Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”. An Nisa59 Keempat, diri sendiri. Pilihan untuk mengambil sebuah keputusan berawal dari kondisi individu tersebut. Masyarakat Jawa memang mudah menerima budaya, pengaruh, masukan dari lingkungannya namun tidak secara keseluruhan semua bisa diterima. Melainkan, hanya yang dianggap baik dan tidak bertolak belakang dengan nilai yang dipegang. Ajaran hadis Nabi SAW menyebutkan bahwa amalan seseorang tergantung dari niatnya. Apapun tindakannya selalu bermotifkan internal diri masing-masing. Kategori terakhir adalah teman. Teman cukup mempengaruhi dalam mengambil keputusan. Secara umum anak-anak Jawa adalah individu yang selalu mempunyai konco dolanan. Tidak diragukan lagi dari kecil mereka terbiasa menerima pendapat atau usulan teman-temannya. Hadis Nabi SAW Bulughul Maram, 1999 “ al mar’u ala dini kholilihi”kepribadian seseorang itu sesuai dengan kondisi teman yang ia punyai. Tabel 3. Dampak manut dalam pengambilan keputusan Kategori Frekuensi Persentase Tidak Sesuai Harapan 38 28,1% Bimbang dan Tertekan 23 17% Berdampak Positif 14 10,3% Aman 13 9,6% Lemah Prinsip 11 8,2% Kepuasan Diri 9 6,7% Tidak terjadi apa-apa 6 4,4% Lain-lain 9 6,7% Kosong 12 9,0% Jumlah 135 100% Tabel di atas menunjukan dampak manut dalam pengambilan keputusan. Responden dominan menjawab tidak sesuai harapan. Manut dari intervensi orang lain membuat hasil yang di dapatkan tidak sesuai dengan 7keberhasilan yang kita inginkan sendiri. Sejalan dengan ayat Al Qur’an Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah Al An’aam 116. Kedua, responden banyak menjawab bimbang dan tertekan. Semakin banyak informasi yang masuk dari orang lain membuat eksekutor pengambil keputusan merasa bimbang dan tertekan dalam pengambilan keputusan. Berbeda dengan islam yang selalu memerintahkan kita untuk menjauhi segala yang membimbangkan atau meragukan karena imbasnya selalu kurang baik dalam hasil keputusan. Senada dengan hal tersebut, terdapat hadis Nabi SAW berbunyi ”tinggalkan yang meragukan sampai kepada yang tidak meragukan karena kebenaran adalah pasti dan bohong adalah kebimbangan.” Selain itu, Nabi juga berpesan kepada sahabatnya yang diutus ke Yaman menyebarkan dakwah Islam untuk berpegang teguh pada Al Qur’an, As Sunah, namun apabila menemui kebuntuan yang tidak terjawab dalam kedua pegangan tersebut, beliau berkata gunakanlah ijma’ dan qyas’ dan apabila tidak ada di keduanya beliau berpesan tanyalah pada hati nuranimu. Ketiga, responden beranggapan bahwa efek dari manut saat pengambilan keputusan membuat dampak yang positif. Selain memudahkan seseorang untuk mengambil suatu keputusan, intervensi orang lain kepada pengambil keputusan memiliki pendapat yang positif sehingga memilihnya merupakan dampak yang baik. Keempat, responden merasa aman apabila manut orang lain saat pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan seseorang tidak merasa bersalah apabila keputusannya membawa keburukan. Rasa aman ini sesuai dalam pembahasan yang sama pada tabel sebelumnya bahwa orang Jawa memiliki prinsip kerukunan. Individu merasa aman manut kepada orang lain terjadi agar tidak terjadi penolakan melalui kelompok. Janes dan Olson dalam Taylor, 2009 berpendapat Kita sering ingin agar orang lain menerima diri kita, menyukai diri kita, dan memperlakukan dengan baik. Secara bersamaan, individu ingin menghindari penolakan, pelecehan atau ejekan. Beberapa responden juga mengungkapkan dampak dari manut dalam pengambilan keputusan berupa lemah prinsip 8,2%, kepuasaan diri 6,7% dan tidak terjadi apa- apa 4,4%. Manut dalam pengambilan keputusan menunjukan lemahnya prinsip dalam diri seseorang. Seseorang merasa puas dirinya apabila manut dalam pengambilan keputusan karena dirinya tidak perlu sulit untuk memutuskan sesuatu. Meskipun demikian, ada juga yang menganggap tidak ada dampak apa- apa. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari responden masyarakat Jawa menghasilkan kesimpulan mayoritas responden menjawab tengah-tengah 4 antara manut dan tidak manut dan dapat diartikan responden menunjukan rasa wedi takut, isin malu, dan sungkan. Hal ini dapat dimaknai pula bahwa responden dalam kehidupan sehari- hari kadang menunjukan perilaku manut terkadang tidak. 8Surakarta, 21 April 2012 Dampak manut yang berakibat kepada keputusan terlihat secara garis besar berdampak negatif dan positif dan secara persentase terdominasi oleh dampak negatif. Dampak negatif meliputi ; 1 keputusan tidak sesuai harapan 2 merasa bimbang dan tertekan 3 merasa bahwa prinsip yang dimiliki lemah. Dampak positif dari manut dalam pengambilan keputusan adalah ; 1 menghasilkan sesuatu yang positif 2 merasa aman dan 3 merasa dirinya puas. Adapula yang tidak merasakan apa- apa. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada para pemimpin, tokoh agama, tokoh masyarakat dan orang tua agar memberikan pengaruh yang positif kepada masyarakat karena mereka adalah panutan. DAFTAR PUSTAKA Al- Qur’an Digital Versi 2004 Baron, B. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta Erlangga Creswell, J. W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta Pustaka Pelajar Darmawanto, I. tanpa tahun. Manusia Jawa dalam Tetralogi Pramoedya Ananta Toer. Diakses pada 30 Maret 2012 dari Imam, N. 1999. Terjemahan Riyadhus Solihin. Jakarta Pustaka Amani Lubis, M. 1997. Tajuk Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya. Jakarta Yayasan Obor Indonesia Matsumoto, D. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta Pustaka Pelajar Sairin, S. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta Pustaka Pelajar Sarwono, Meinarno, 2009. Psikologi Sosial. Jakarta Salemba Humanika Sastro, S. 2007. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Yogyakarta Kanisius Soekendro, H. 2010. Penonton Antusias Wisatawan Puas. Diakses pada 1 April 2012 dari Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama
setiapanak dalam keluarga ternyata memiliki istilah, atau yang dalam bahasa jawa di namakan ARANE BOCAH. posisi anak laki-laki atau perempuan dan jumlah anak dalam satu keluarga memiliki itilah atau nama yang berbeda. selain itu istilah anak tersebut juga membawa firasat tentang kehidupan bagi anak dan keluarganya.

- Tak banyak warganet yang mengetahui kata Idem yang viral di TikTok ini. Ternyata, kata tersebut juga kerap dijumpai di berbagai media sosial lainnya seperti di Facebook hingga Twitter. Kata idem ini diketahui berasal dari bahasa Latin. Lantas apa arti dari kata viral Idem ini? Baca juga Apa Arti Very Good Very Well Istilah Viral TikTok? Hits karena Geng Motor Ugal-ugalan, Ini Makananya Idem merupakan dalam bahasa gaul yang saat ini banyak digunakan masyarakat Indonesia dalam perbincangan di media sosial. Penggunaannya dapat ditemukan dalam percakapan langsung sehari-hari maupun di media sosial. Lalu, apa arti kata idem sebenarnya? Ilustrasi pasangan Pexels/Timur Weber Sejatinya, idem adalah Bahasa Latin. Namun, karena banyak digunakan, kata ini pun diserap ke dalam berbagai bahasa, termasuk Bahasa Inggris dan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia Online dijelaskan bahwa arti kata idem adalah “sama dengan yang disebutkan di atas atau di muka". Sedangkan dalam Oxford Learners Dictionaries, arti idem adalah “dari buku, artikel, penulis, atau sumber lain yang sama dengan yang baru saja disebutkan”. Tidak berbeda jauh dari kedua pengertian baku di atas, menurut Urban Dictionary idem dalam bahasa gaul dapat dimaknai sebagai “sama”, “saya juga”, dan “saya sepakat dengan apa yang baru saja Anda katakan”. Contoh kalimat A “Gw mau cek lokasi UTBK hari Sabtu. Lu gimana?”

Dibawah ini adalah detail arti nama Rawi dalam bahasa Arab. Nama: Rawi: Asal bahasa: Bahasa Arab: Arti Nama: Tubuh serta akal yang sihat: Suku Kata: 2 suku kata: Jumlah Huruf: 4 huruf: 840+ Nama Bayi Laki-laki Jawa Insial A – Y dan Artinya Terlengkap, Dari Jawa Kuno Hingga Modern Jumat, 3 Juni 2022; 130+ Nama Bayi Laki-laki Bulan Juni

- Dalam Bahasa Jawa dikenal istilah cangkriman yaitu rangkaian kata yang mengandung arti atau makna khusus. Cangkriman juga bisa dipahami sebagai permainan seperti tebak-tebakan, dimana seseorang harus memecahkan teka-teki untuk mencari tahu arti dengan juga Urutane Turunan, Silsilah Keluarga dalam Bahasa Jawa Dilansir dari laman Pemerintah Kota Surakarta, ciri-ciri cangkriman adalah memiliki makna, berupa tebakan yang harus dijawab, tidak mengganggu perubahan suasana hati, dan tidak terikat bunyi atau rima. Cangkriman dapat berfungsi sebagai hiburan, sarana pendidikan, digunakan dalam sayembara, bahkan di dalam syair atau lirik tembang atau lagu. Baca juga Nama-nama Anak Hewan dalam Bahasa Jawa Terdapat empat jenis cangkriman berdasar wujudnya, yaitu cangkriman tembang, cangkriman wancahan, cangkriman pepindhan, dan cangkriman blenderan. Berikut adalah pengertian dari tiap jenis dan contoh cangkriman dalam Bahasa Jawa. Baca juga Angka 1 sampai 100 dalam Bahasa Jawa Ngoko dan Kromo serta Filosofinya 1. Cangkriman Tembang Cangkriman tembang adalah jenis cangkriman yang ada pada syair tembang Jawa, seperti pada tembang Pucung, Asmaradana, Pangkur, dan Kinanti. Dalam sebuah tembang, cangkriman tembang dapat menempati satu bait tembang maupun lebih. Contoh cangkriman tembang antara lain Bapak pocung dudu watu dudu gunungSankane ing sabrangNggon anggone sang BupatiYen lumampah si pocung lambeyan grana Jawaban gajah. Bapak pocung amung sirah lawan gembungPadha dikunjaraMati sajroning ngauripMijil baka si pocung dadi dahana Jawaban penthol korek. 2. Cangkriman Wancahan Cangkriman wancahan adalah jenis cangkriman yang berupa singkatan atau akronim. Dalam cangkriman wancahan jika terdapat penyingkatan kata dalam bahasa Jawa dengan menghilangkan suku kata depannya, maka yang dipakai adalah dua suku kata akhir. Contoh cangkriman wancahan antara lain Burnas kopen bubur panas kokopen. Tuwok rawan Untune krowok, rasane ora karuan. Kicak ketan Kaki macak iket-iketan. Ling cik tu tu ling ling yu maling mancik watu, watu nggoling maling mlayu. Pak bomba, pak lawa, pak piyu Tapak kebo amba, tapak ula dawa, tapak pitik ciyut. 3. Cangkriman Pepindhan Cangkriman pepindhan adalah jenis cangkriman yang berupa perumpamaan dua objek menurut sifat aslinya atau disebut juga sebagai analogi. Cangkriman pepindhan mirip dengan cangkriman tembang, hanya saja cangkriman ini seringkali hanya berupa satu kalimat, walaupun terdapat pula yang memakai lebih dari satu. Contoh cangkriman pepindhan antara lain Emboke dielus-elus, anake diidak-idak. Jawaban Andha. Pitik walik saba kebon. Jawaban Nanas. Pitik walik saba meja. Jawaban Sulak. Yen ibune siji, anake loro, yen anake siji, ibune loro, yen ibune telu, ora nduwe anak. Jawaban Salak. 4. Cangkriman Blenderan Cangkriman blenderan adalah jenis cangkriman yang berupa plesetan. Dalam cangkriman blenderan bentuknya adalah kalimat yang jelas, namun bukan berupa arti yang sebenarnya. Contoh cangkriman blenderan antara lain Wong dodol tempe ditaleni. Jawaban Sing ditaleni tempene, dudu sing dodol. Wong dodol klapa ditutuki. Jawaban Sing ditutuk klapane, dudu sing dodol. Lampu apa nek dipecah malah metu uwonge? Jawaban Lampu toko sing lagi tutup. Ana sapi numpak pit, kira-kira sing ketok apane? Jawaban Ndobose. Sandhal sing taktuku iki cap ratu, kiro-kiro pira regane? Jawaban Gratis ratu yaiku ora tuku. Sumber Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Dalambahasa Jawa hal itu tercermin dalam konsep desa mawa cara negara mawa tata, yang berarti ‘desa mempunyai tata caranya sendiri-sendiri dan negara juga mempunyai aturan masing-masing’. Bila memungkinkan untuk diketahui bahwa suatu karya sastra berasal dari daerah tertentu dan pada waktu tertentu, maka berbagai hal di dalamnya akan lebih Arti Kata mantun dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa jawa juga dituturkan oleh sebagaian penduduk di wilayah pesisir Karawang, Subang, Cirebon, Indramayu, dan Banten. Bahasa Jawa menjadi bahasa daerah dengan penutur terbanyak di Indonesia. Dikutip dari laman Wikipedia, bahasa daerah atau bahasa regional adalah bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara berdaulat, yaitu di suatu daerah kecil, negara bagian federal, provinsi, atau teritori yang lebih luas. Beberapa kosakata bahasa Jawa mungkin masih terdengar asing dan membuat kamu bingung untuk mengetahui arti atau makna dari sebuah kalimat secara utuh. Tahukah kamu arti dari kata mantun dalam bahasa Jawa? Untuk memberikan informasi arti kata dalam bahasa Jawa dengan cepat dan tepat, kami akan membantumu untuk mencari arti kata mantun dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia. Arti kata mantun dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia adalah selesai Keunikan bahasa Jawa ini juga terletak dari cara penuturannya yang sangat khas dengan aksen medoknya. Dalam penggunaanya, bahasa Jawa dibagi ke dalam 3 tingkatan penggunaan, yakni bahasa jawa ngoko kasar, bahasa jawa krama alus halus/sopan, dan bahasa jawa krama inggil bahasa jawa yang lebih halus/sopan. Bagaimana, apakah kamu tertarik untuk mempelajari bahasa Jawa lebih jauh lagi? Melalui Kamus Bahasa Jawa – Indonesia yang bisa kamu akses secara mudah dan cepat ini, kami harap dapat menjadi langkah kecil untuk membuat kekayaan nasional Indonesia tetap lestari. Semoga informasi yang dimuat dalam artikel ini bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung pada halaman ini. Loading next page... Press any key or tap to cancel.
Bacajuga: Mengenal Bedhidhing, Cuaca Dingin Menusuk yang Bikin Tubuh Nggregesi. Dikutip dari buku Pranata Mangsa karya Sindhunata, ada 12 mangsa atau musim yang dikenal dalam pranata mangsa. Seperti sistem penanggalan lainnya, tiap mangsa memiliki bintang yang merupakan pedoman berawal atau berakhirnya suatu mangsa.
ï»żSalah satu fenomena sosial pada masyarakat Jawa adalah budaya manut dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan sekelompok orang. Manut versi bahasa jawa ini tentu berbeda dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang identik dengan istilah ikut-ikutan. Budaya manut ini sering ditemukan dalam berbagai kesempatan seperti rapat, perkumpulan masyarakat, forum, dan berbagai ajang pengambilan suara. Perilaku manut pada masyarakat Jawa menjadi menarik untuk diteliti karena latar belakang budaya Jawa begitu kental mempengaruhi masyarakat yang hidup dengan kejawenannya. Banyak alasan orang terpengaruh dengan sikap manut sehingga dengan demikian memungkinkan menjadikan budaya manut tersebut dapat bermakna positif maupun negatif. Beberapa menjadi manut karena sosok model yang menjadi panutannya, sebagaimana dikenal ada istilah significant person. Ada juga karena tekanan perintah atasan, kekuatan kelompok, kelemahan diri berupa minder dan sebagainya. Akhirnya budaya manut ini menjadi me... . 178 79 348 294 29 271 207 102

arti manut dalam bahasa jawa